Hei cinta yang akhirnya kandas tanpa pernah
berbalas, aku masih disini
Tidak ada lagi satu hari memandangimu, karena aku berhenti memandangi senyummu.
Bukan karena senyummu mulai membuatku bosan
atau aku sudah lelah menunggu tapi aku tidak tahan melihat senyum kekasihmu.
Terlalu artifisial untukku.
Tidak ada lagi aku di bangku depan untuk
melihatmu di lapangan karena bangku paling depan selalu dihuni kekasihmu.
Lagipula, kamu tidak lagi sering mencetak angka.
Kamu tidak lagi meminjam buku fisikaku. Entah,
mungkin karena kekasihmu lebih rajin dariku.
Lalu aku tahu kekasihmu tidak seistimewa yang
aku bayangkan.
Karena satu bulan kemudian ada Mariska, Risma,
Andin, Anya, Gisel. Adik kelas, kakak kelas, anak sekolah sebelah, anak
kuliahan, anak teman Mama, anak teman Tante dan masih banyak lagi, aku tidak
kuat menghitungnya.
Hei kamu yang tidak pernah tahu aku disini,
aku kembali duduk di bangku paling depan saat kamu bertanding. Walaupun kamu
tidak akan tahu, aku selalu menyunggingkan senyum setiap kamu mencetak angka
entah kenapa. Ada buncahan yang tiba-tiba meledak di dalam.
Hei
kamu yang tidak pernah tahu aku memandangimu, hari Rabu tidak pernah sepahit
ini saat aku hanya bisa mendengar suara tawamu yang renyah dan senyummu yang
menyedot segala perhatianku tanpa pernah memilikinya.
Hei kamu yang selalu di hati, mungkin memang seharusnya aku berhenti. Berhenti memuji. Berhenti menunggu kamu untuk mengerti.
No comments:
Post a Comment