Home              About              Stories              Projects             Late Night Thoughts            Review

Sunday, April 6, 2014

Sisa Cronut

Kalau nanti kamu sempat menyelipkan aku di dalam tumpukan jadwal penatmu, mungkin aku akan tahu rasanya diperhatikan. 

Kalau nanti pesan singkatmu datang setiap pagi sebelum aku bangun, mungkin senyumku akan lebih sumringah, mungkin hari yang aku jalani akan lebih baik. 

Kalau nanti kamu sadar aku disini, mungkin hubungan ini akan baik-baik saja. 
Kalau nanti Arin pergi, apa rasanya akan sama jika aku yang pergi? 

***

Aku menoleh ke atas, menemukan Astrid memandangiku dengan kacamata kotaknya. "Hai.." Aku membalas sapaan Astrid sambil tersenyum tipis. "Boleh duduk sini?" Astrid duduk sebelum aku bisa memutuskan untuk membuatnya kembali ke mejanya. Aku membiarkan hening berada di antara kami. Aku tidak menghitung tepatnya berapa menit, tapi cronut milikku hampir habis saat dia memutuskan untuk memulai percakapan.

"Kamu masih sering ketemu Aryo?" 

Begini amat obrolannya. Batinku. 

"Aku udah lama nggak ketemu dia. Kenapa emang?" Aku memutuskan untuk berbohong. Entah Aryo sudah pamit atau tidak tapi faktanya jika Astrid tahu tentang jalan jalan soreku bersama Aryo, dia tidak akan duduk di depanku mencoba untuk tidak memukulku dengan vas kecil berisi bunga mawar putih yang menjadi jarak antara kami. 

"Aku sayang Aryo, Rin."

Aku mendongak dan menemukan raut wajah lelah dari balik kacamatanya. Aku melihat genangan air mata di pelupuknya yang siap jatuh. Aku melihat rasa marah yang berusaha ia luapkan kepadaku. Aku melihatnya jelas sekarang. 

"Kamu tunangannya, kan? Aku kaget malah kalau kamu nggak sayang." 

Dia tersenyum. 

"Loh, Rin? Kamu lagi disini juga?" Tiba-tiba Aryo sudah ada di depan mejaku, siap untuk duduk. 
Kami berdua diam. "Astrid kenalin ini Arin.." Aryo memperkenalkan Astrid kepadaku. "Ini tunanganku, Rin." Dan aku kembali merasakan sakit menusuk yang familiar. 

"Iya, tadi udah kenalan kok." Aku memaksa untuk tersenyum. 

"Yaudah yuk, cronut-nya habis ternyata. Pindah Monolog aja." Aryo menggamit tangan Astrid dan mengajaknya pergi. "Bye, Rin." Aryo pamit sambil tersenyum.

"Bye.."

Aku menghela nafas panjang. 

Lalu yang aku dengar setelah itu adalah rintik hujan sore di Jakarta yang bukan hanya membawa lembab tapi juga lelah. Lelah karena merasa 'disembunyikan'. Lelah karena kami tidak akan kemana-mana. Lelah karena semua tidak akan pernah baik-baik saja. 

Ting!
Text Received. 

Maaf, Rin. 

Aku kembali menghela nafas panjang.



also read Bukan Kebetulan

No comments:

Post a Comment