Home              About              Stories              Projects             Late Night Thoughts            Review

Sunday, April 13, 2014

Satu Siang di Bulan April

Suatu siang yang berbeda. Mungkin karena hujan memutuskan untuk berhenti sesaat, atau mungkin matahari memutuskan untuk tidur siang, karena yang aku lihat adalah awan-awan bekumpul indah menutupinya. Atau mungkin karena petrichor yang aku hirup. Atau mungkin karena ada kamu sekarang di dekatku. Mungkin 'di dekatku' bukan kata yang tepat karena kamu baru saja mengenalku, tidak sampai satu jam yang lalu. Tapi kamu disini, satu ruangan denganku. Senyum puasnya saat melihat foto hasil jepretannya entah kenapa membuatku senang. Caranya memegang kamera, caranya membungkuk untuk menyesuaikan gerakku di depan kertas putih. Caranya melihatku, saat aku mencari binar matanya saat memotretku. Rasanya indah. Mungkin akan sulit dideskripsikan, tapi ada rasa hangat yang naik dari perut dan nyaris membuatku tersedak. Sebahagia itu.

Kemudian ia melipat lengan kemeja panjangnya sampai siku, mengambil kacamatanya untuk melihat lebih jelas, dan menghampiriku. "Capek nggak?" Aku tercenung ditanya begitu. Aku lupa kemana semua lelah itu pergi. Mungkin dimakan semua rasa senang yang sekarang membuat kupu-kupu memutuskan untuk terbang di dalam perutku. "Nggak, kok." Jawabku akhirnya. "Bilang ya kalo capek, entar istirahat dulu." Katanya lagi dengan senyumnya. Lalu dia kembali ke posisi semula. Ke jarak semula diantara kami. 

Satu jam kemudian pemotretan selesai dan aku menunggu saat yang tepat untuk memulai percakapan. Tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. "Kak, makasih ya.." Kata perempuan yang menjadikan aku model untuk bajunya siang ini. "Iya sama-sama.." Aku tersenyum karena sumringah yang ia tunjukkan saat melihat hasil fotonya. "Yang pinter fotografernya, kok." Kataku lagi sambil tertawa. Aku melihat dia menoleh ke arah kami setelah mengepulkan asap rokoknya. Itu rokok terkahir dari kotak keduanya. Dia hanya tidak tahu, senyumnya lebih candu dari rokok yang ia hisap.   

"Belom dijemput?" Tanyanya sambil mengambil kursi untuk duduk di sampingku. Aku menggeleng. "Ngerokok nggak?" Dia bertanya lagi. Aku kembali menggeleng. Lalu dia mematikan puntung rokoknya. Dari jarak sedekat ini, aku bisa mencium wangi rokoknya dengan jelas. Dari jarak sedekat ini, ada hela nafas miliknya yang aku hitung, entah kenapa. Dari jarak sedekat ini, ada bulir keringat yang ingin aku seka. Dari jarak sedekat ini, ada tangan yang ingin aku genggam. Lalu tiba-tiba dia tergelak sesaat setelah melihat sesuatu di ponselnya. Dia melihat wajah penasaranku, lalu bertanya "Mau liat? Ini lucu banget!" Dia kembali tertawa sambil menyodorkan ponselnya. 


"Hahahahahahahahah..." Aku tergelak melihat gambar bayi memakai hoodie menggerak-gerakkan tangannya. Kocak. Yang tidak lucu adalah saat aku melihat siapa yang mengirim gambar itu. Orang dengan kontak nama 'Cantik'. Kecuali ada orang tua yang benar-benar menamai anaknya Cantik, aku yakin ini bukan nama aslinya. Ini yang namanya panggilan sayang. Aku bahkan bisa merasakan rasa hangat itu hilang, digantikan rasa dingin dari punggung. Ada kecewa yang rasanya seperti digigit semut. Nyelekit, kalau orang jawa bilang. Dan rasa itu kecewa itu permanen. 

"Duluan ya," Dia bersiap-siap membawa tas hitam berisi kamera miliknya. Aku tersenyum saat dia melambaikan tangan, berjalan ke arah mobil sedan berwarna silver. Saat dia membuka pintu, aku melihat perempuan di depan kemudi tersenyum kangen sambil memeluknya. Oh, mungkin itu yang dia panggil Cantik.  


:(

No comments:

Post a Comment