Home              About              Stories              Projects             Late Night Thoughts            Review

Friday, January 9, 2015

Hari Lahir

Jakarta, 27 Desember 2014

Saya baru sampai di kosan dengan baju basah. Hujan turun deras hari ini, dan saya tidak pernah ingat untuk membawa payung. Kebiasaan tidak percayaan dengan cuaca labil di Jakarta. Sekali waktu saya rela membawa beban lebih untuk satu payung di tas saya. Malah saya basah dengan keringat karena hujan batal datang. Sekalinya saya tidak bawa payung, hujan datang tidak diundang.

Sekalinya menggerutu pada Gilang, yang saya dengar malah, "Makanya, hape canggih tuh dipake. Orang ada tuh app-nya." Katanya sambil menunjukkan aplikasi prakiraan cuaca di ponsel saya. Saya manyun. Sebal.

Saya melihat kalender di dinding kamar kos saya. Ada lingkaran merah di tanggal 1 Januari. Saya tersenyum. Gilang yang melingkarinya. Untuk mengingatkan kalau saya ulang tahun. Agak heran kenapa dia melingkarinya di kalender milik saya. Katanya waktu itu, "Biar kamu inget. Kasian, tanggal ulang tahun kamu dikacangin, semua orang sibuk ngucapin selamat tahun baru." Saya tergelak. 

Sebenarnya saya tidak terlalu peduli. Tapi rasanya senang juga kalau ada yang ingat. Lalu tanpa permisi, memori tentang Putra menyusup masuk berbarengan dengan rasa ngilu gigitan semut. 

Tahun lalu, hanya ada satu chat bertuliskan 'HBD Laras' tepat satu hari setelah saya ulang tahun. 

Dan rasa ngilu itu muncul saat ada telepon masuk dari Putra. Obrolan lama, gelak tawa saya, permintaan maafnya karena nyaris lupa, dan logat jawanya yang selalu ada membuat saya tidak ingin menutup telepon. Tapi 22 menit kemudian, "Ras, udah dulu ya. Diajak makan sama temen." Katanya memberi alasan.

Dan untuk satu detik saja, saya ingin mencoba menahannya disana, tapi itu terdengar egois dan kekanak-kanakan. "Oh oke.." Jawab saya akhirnya sebelum menekan tombol merah di layar ponsel saya. Lalu saya menangis semalaman. Bukan memori yang enak untuk diingat setiap menjelang ulang tahun sebetulnya. Tapi saya tidak punya rencana untuk jadi amnesia akhir-akhir ini. 

Jakarta, 1 Januari 2015

"Selamat ulang tahun, Sayang.." Pagi itu kubikel saya penuh dengan hiasan ulang tahun ala Gilang. Ada balon, serbet ulang tahun, dan hiasan dinding yang ia pasang mengitari kubikel saya. Saya terharu nyaris menangis, sebetulnya tapi itu bukan waktu yang tepat untuk dijadikan bahan ledekan Gilang. Oh, tidak lupa kue ulang tahun. Kue red velvet bediameter 7 cm favorit saya ada di tengah meja saya dengan lilin siap ditiup, bersandingan dengan satu kado ulang tahun dibungkus kertas berwarna hitam. "Hahahah makasih ya!" Saya memeluk Gilang gemas. 

Tapi sebetulnya hadiah paling membahagiakan adalah kesempatan untuk membuka mata saat berulang tahun. Ini lebih dari cukup. Sampai siang telepon berdering dan ucapan berdatangan. Ternyata ada yang ingat. Terharu.

1 Januari 2015, 23.00

Melempar diri saya sendiri ke atas kasur, dan membiarkan kasur menenggelamkan saya adalah ide bagus. Saya melirik satu buket besar bunga aster di pojok ruangan lalu tersenyum. Somebody's being cute, today. Saya tersipu. Kata Gilang saat memberikan buket bunga itu, "Kan sekarang ulang tahun, jadi harus besar buketnya. Besok balik lagi ke buket mini, ya." Ah, kamu.

Saya menghela napas panjang. Dan sekali lagi tanpa permisi, sisipan memori tentang Putra membuat saya memeriksa semua pengirim ucapan selamat ulang tahun di ponsel saya. Melihat kontak Putra diam disana tanpa ucapan. 

"Dia lupa." Kata saya pada diri saya sendiri. 

"Ah, nggak apa-apa." Saya mencoba menghibur diri. Saya menghela napas panjang 15 menit kemudian, membiarkan pertahanan di bendungan mata saya bocor. Dan saya bisa merasakan hangat air mata mengalir turun. 

Lalu rasa ngilu itu masuk merusak satu hari istimewa yang hanya datang setahun sekali. Lagi. 







No comments:

Post a Comment