Home              About              Stories              Projects             Late Night Thoughts            Review

Monday, June 2, 2014

Pulang

Ini sudah pertengahan Januari tapi Milan masih bersuhu 11 derajat celcius, membuatku harus menutup rapat jaket merah marun kesayanganku. Atau mungkin karena hanya jaket ini yang bisa membuatku tetap hangat. Dibanding terik matahari musim panas yang akan datang beberapa bulan lagi, aku masih bisa beradaptasi dengan suhu 11 derajat celcius. Mungkin seharusnya aku tidak mengeluh tentang betapa panasnya matahari terik di musim panas atau betapa dinginnya saat musim dingin atau pertengahan musim semi karena aku masih saja disini. Karena aku tidak memutuskan untuk cepat pulang. Entah apa yang menahanku disini selain tugas akhirku yang belum kelar-kelar dari bulan Oktober lalu, tapi aku hanya belum ingin pulang dulu. Sebentar lagi, mungkin. 

Aku melihat ke arah luar jendela dari spot favoritku di coffee shop kesukaanku. Aku ingat beberapa tahun lalu saat aku masih berada di Jakarta memberi tahu rencanaku untuk melanjutkan kuliah di Eropa pada sahabatku. Aku juga bercerita tentang 'pulang cepat' dan mencari kerja di negara sendiri. Lalu dia bilang, "Why do you even want to go back? Stay there, don't go back." Aku tercenung. Dia tidak mau aku pulang. "Why?" Aku bertanya padanya. "There's nothing here."

Disini ada kamu. Kalau aku tidak kembali, kamu gimana?
"Okay." Jawabku akhirnya. Lalu 1 tahun kemudian, aku pindah ke Milan, melanjutkan studiku yang seharusnya bisa aku tempuh 9 bulan-an. Tapi aku sudah 1 tahun berada disini, dan masih belum ada rencana untuk kembali. 

***

"What are you running from?" Katanya dengan muka bingung. Hari ini adalah sesi curhat mingguanku dengan teman sekamar di Milan. "Excuse me?" Aku kaget ditanya begitu. "Yeah, you heard me. You said that you don't want to go back. But then, you seem to miss someone back in your home. You are running from something." Lari dari kenyataan, mungkin. "If you want to go home, just go home. Don't let people tell you another way.

"I love it here."
Lalu dia tergelak. "Why are you laughing?" Aku bertanya bingung sekaligus tersinggung. "Why are you lying then? You always complaint how mean winter and summer are. You don't like extreme weather, you always eat rice and you always said how much you miss your friend's home cook. You lose weight, for God's sake. Just go home. You really need that." Dia membuatku menghela nafas panjang. "Fine. I will go home next week." Kataku akhirnya. Entah kenapa aku mengatakannya, hanya saja ada beberapa bagian dari diriku ingin pulang, dan beberapa bagian lain ingin aku tetap disini. Seperti yang dia mau beberapa tahun lalu. 

Seminggu kemudian di Bandara Soekarno-Hatta, Mama dan Papa memeluk aku bergantian. Kata mereka aku tambah kurus. Ya mungkin teman sekamarku benar. Aku tidak betah disana. Mungkin aku hanya butuh pulang dan semua akan baik-baik saja. 

"Rana.." Dia berdiri disana, memakai sweater abu-abu panjang dan kerah kemeja warna putih mencuat dari dalam sweaternya. "Hai, Di. Apa kabar?" Dia menjawab pertanyaanku dengan sergapan pelukan. Aku seperti kurcaci di dalam pelukannya. Tapi tak apa. 

"Kamu pulang..." 

Iya, aku pulang.

"Ran, kenalin ini tunangan aku, Rayna. Aku nikah nunggu kamu pulang dulu, loh." Celotehnya semangat, sambil menggandeng tangan seorang perempuan yang entah muncul darimana. Secara harfiah, aku tidak tahu darimana datangnya dia. Aku tidak mengenalnya.  

Eh?

Rasa hangat sisa dari pelukan barusan tiba-tiba hilang entah kemana. Rayna - atau siapapun perempuan ini - tersenyum ingin menjabat tanganku. Tapi yang aku lakukan hanya melambaikan tangan canggung. "It seems I have been away for too long." Aku menatap Ardi. Dia masih Ardi yang dulu, yang entah kenapa selalu bisa membuatku tersenyum. "Yeah, I miss you Ran.

I miss you, more.

Mungkin seharusnya aku mengikuti saran Ardi beberapa tahun lalu untuk tidak pulang, karena memang tidak ada yang tersisa disini. Mungkin seharusnya aku tidak mendengarkan teman sekamarku. Dia salah. Aku lebih suka terik matahari dan salju tebal dibanding ini. Dibanding digantikan oleh perempuan entah siapa. Aku mau pulang karena ini bukan rumah. Ini tempat asing dan aku tidak mau beradaptasi lagi. Aku lelah menyesuaikan diri. 



No comments:

Post a Comment