Untuk si dungu yang rela menunggu
asap rokokku berhenti mengepul
Aku
tahu dia disana. Duduk memandangi aku merokok. Duduk diam melihatku tertawa
renyah tapi bukan untuknya. Tapi, dia masih disana. Setiap hari Rabu, hanya
hari itu.
Bahkan
dia tidak mencari tempat duduk lain untuk memandangiku. Dia selalu disana. Tapi
aku tidak risih. Karena itu aku selalu duduk di bangku yang sama di setiap
Rabu. Hanya setiap hari Rabu. Hari lain aku berusaha acuh.
Aku
juga tahu kalau dia dengan sengaja membuat catatan fisikanya serapih mungkin
untuk kupinjam.
Aku
tahu namanya. Aku menghafalnya sejak awal, aku hanya tidak ingin dia tahu aku
peduli. Aku hanya ingin tetap seperti ini. Dia tetap si dungu untukku.
Pulpen-pulpen
miliknya tidak pernah aku kembalikan. Aku menyimpannya. Tapi dia tidak pernah
meminta mereka kembali. Dia tidak pernah keberatan meminjamkan yang lain
untukku. Dia hanya tidak tahu, aku menyimpan sepuluh pulpennya yang tak pernah
kembali.
Aku
tahu dia duduk di bangku paling depan saat aku bertanding di lapangan. Aku juga
tahu dia menyempatkan diri tersenyum saat aku mencetak angka, yang berarti dia
tersenyum berulang kali.
Yang
dia tidak tahu adalah aku mencetak angka hanya untuk membuat dia menyunggingkan
senyumnya yang indah dan memerlihatkan giginya yang dipagar.
Yang
dia tidak tahu adalah setiap dia meminjamkan catatan fisikanya yang dia buat
khusus untukku itu aku hanya ingin bicara dengannya. Aku dengan sengaja salah
memanggil namanya hanya untuk tahu reaksinya, yang ternyata...dia sembunyikan.
Yang
dia tidak pernah sadari adalah setiap hari Rabu, di saat dia memandangiku
mengepulkan asap rokok, dengan gugup aku mencoba menangkap matanya, melihat
binarnya yang indah di balik kacamata bundar miliknya.
Hei
dungu, jika kamu tidak sengaja melihat angka kembar di dalam jammu yang
menginisialkan huruf depan namaku, itu aku. Itu aku yang merindukanmu.
Hei
dungu, maaf untuk senyumku yang tidak langsung aku tujukan untukmu.
Maaf
untuk pulpen-pulpenmu yang tidak pernah kembali.
Maaf
untuk waktumu di hari Rabu yang tersita untukku, karena kamu tidak pernah
berhenti memandangiku sampai asap rokokku berhenti mengepul.
Hei
dungu, maaf aku mencintaimu.
No comments:
Post a Comment