Home              About              Stories              Projects             Late Night Thoughts            Review

Monday, March 17, 2014

Suatu Sore Untuk Nostalgia

"Kamu sayang nggak sih sama Arin, Yo?" Mama bertanya saat aku mengantarnya arisan. Aku tersenyum, saking bingungnya harus memberikan ekspresi seperti apa, aku menjawab "Ya sayang, Ma. Kok gitu nanyanya?"

"Mama kan mau yang terbaik buat kamu. Yang bisa jagain kamu buat Mama." jawab mama sambil menepuk pundakku. "Arin bisa jagain aku kok." Aku jadi defensif.

"Arin kan nggak seiman sama kamu, Yo."

"Kok jadi bawa-bawa iman-iman segala sih, Ma?"

"Ya Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, kok. Itu aja." Tandas Mama. Sisa perjalanan kami habiskan dalam diam. Apakah akan sesulit itu? 

***

"Hoi, Aryo. Kok diem aja kamu? Mau nonton film apa?" Suara Arin membawaku kembali ke dalam ruang tunggu bioskop. "Ini aja deh.." Aku menunjuk film superhero yang baru tayang dua hari lalu.

"Rambut kamu udah panjang, ya.." kataku sambil menjumut beberapa helai rambutnya. Arin hanya tersenyum tanpa bilang apa-apa. "Kamu kok kurusan? Diet?" Tanyaku lagi. "Nggak kok."

5 menit kami duduk di ruang tunggu itu dan tidak ada yang bicara seakan kami tidak pernah kenal satu sama lain.

***

"Kamu nggak mau masuk juga, Yo?" Tanya Mama setelah kami sampai di sebuah restoran jepang di daerah Senopati. "Nggak ah, Ma. Ngapain?" "Mama mau kenalin sama temen Mama.. Ayo dong.. Masa gitu aja nggak mau?" Rajuk Mama. Seperti biasa.

Akhirnya aku iyakan permintaan kecil Mama. Yang aku tidak tahu, permintaan sederhana itu berakhir dengan terjebaknya aku dalam pertunangan dengan menantu idaman Mama. Namanya Astrid. Sore itu dia memakai pakaian serba pastel dengan kerudung bunga-bunga yang diikat sedemikian rupa. Entah kenapa Astrid membuatnya enak dilihat.

"Astrid.." dia tidak menjabat tanganku yang terlanjur menggantung saat kami berkenalan. "Oh, maaf..." kataku canggung. Tidak sampai satu jam kami mengobrol, Mama dan Tante Kirana sudah menjadwalkan pertemuan kami berikutnya. Sial.

***

"Arin, maaf ya yang tadi.." Kataku saat perjalanan pulang. Arin diam saja.

"Rin.. Maaf ya.." Kataku lagi.

"Aku nggak apa-apa, kok." Jawab Arin akhirnya. Aku tahu dia tidak baik-baik saja.

Sesampainya di rumah Arin, dia pamit. "Makasih ya diajak nonton hari ini. Kamu take care, ya Yo."

Entah apa yang merasukiku, tapi aku mencegahnya keluar dari mobil. "Bentar, bentar. Kamu jangan keluar dulu."

Arin menatapku bingung. "Kenapa?"

"Karena..karena ciuman tadi nggak bercanda. Karena aku mau kamu. Karena aku sayang kamu. Karena aku capek harus bohong terus sama Astrid, sama Mama."

Arin tersenyum. "You will be fine, Yo. Makasih ya buat hari ini."

Dan aku duduk diam di belakang stir masih mencerna yang barusan Arin katakan. Bagaimana bisa aku baik-baik saja jika orang yang aku harapkan bisa ada disini mendukungku melenggang pergi tanpa basa-basi?


2 comments: